Jakarta -Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tak hanya dikenal sebagai destinasi wisata alam dan pantai yang indah, tapi juga kaya akan potensi kelautan dan perikanan yang melimpah, seperti budi daya lobster dan rumput laut. Keduanya menjadi peluang ekonomi yang sangat menggiurkan bagi masyarakat pesisir selatan Kabupaten Lombok Timur.

Adapun Kecamatan Keruak dan Kecamatan Jerowaru merupakan dua kecamatan di kabupaten Lombok Timur yang menjadi sentra pengembangan budi daya lobster dan rumput laut di NTB. Penyuluh Perikanan Kecamatan Jerowaru Desa Seriwe Abdul Halim mengungkap data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB mencatat jumlah keseluruhan keramba jaring apung (KJA) di dua kecamatan tersebar pada masing-masing teluk, di antaranya Teluk Telong Elong dengan jumlah 747 orang pembudi daya lobster, yang memanfaatkan 4.382 lubang keramba.

Teluk Ekas dengan jumlah 510 orang pembudi daya, dengan 2.492 lubang keramba. Serta Teluk Serewe dengan 40 pembudi daya, dan 62 lubang keramba. Menurut Abdul, potensi bisnis lobster di NTB, jika ditambah dengan pembudi daya lobster di Sumbawa dan Bima, diperkirakan mencapai 7,1 juta ekor dengan peluang keuntungan mencapai Rp 100 hingga Rp 200 miliar per tahun.

Ia pun menyampaikan ada dua jenis lobster yang dibudidayakan di NTB, yaitu jenis lobster pasir dan mutiara. Pada tahap pendeder satu atau tahapan pembenihan, lobster bisa dijual dengan ukuran 50-100 gram seharga Rp 250.000. Sedangkan di tahap pendeder dua atau tahapan siap dikonsumsi, lobster bisa dijual dengan ukuran 200 gram seharga Rp 400.000.

Sementara untuk rumput laut, lanjutnya, budi daya jenis Cottoni telah melibatkan 19 kelompok yang totalnya ada 342 orang dengan kepemilikan lahan dan sistem budi daya. Abdul pun menjelaskan, baik itu longline dan patok dasar mampu menghasilkan produksi rumput laut basah sebanyak 646.500 kg rumput laut basah per tahun dalam siklus selama 45 hari. Hasil tersebut mencapai total 387 ton per tahun.

“Untuk harga sekarang mencapai Rp 14.000 per kilogram,” ungkap Abdul dalam keterangan tertulis, Minggu (21/2/2021).

Abdul pun menjelaskan untuk budi daya rumput laut jenis Spinusum terdapat 6 kelompok dengan total sebanyak 120 orang petani. Kelompok ini menerapkan sistem budi daya patok dasar atau rakit apung yang mampu memproduksi sebanyak 180.000 kilogram dalam siklus selama 30 hari. Artinya, total produksi yang dihasilkan per tahunnya mencapai 126 ton per tahun dengan harga per kilogram mencapai Rp 7.000.

“Tidak hanya itu, sebagian besar kelompok budi daya rumput laut, mereka telah mampu mengelola hasil rumput laut menjadi olahan makanan dan bahan baku kosmetik. Di antara hasil olahannya adalah kerupuk, dodol, dan tepung rumput laut. Sedangkan rumput laut yang sudah kering telah dikirim di berbagai daerah seperti NTT, Jawa, dan Makassar,” tambahnya.

Meski demikian, Abdul mengungkap di balik potensi komoditas yang melimpah tak sedikit warga pembudi daya yang mengeluhkan berbagai kendala yang dihadapi. Salah satunya masalah olahan hasil komoditas lobster yang memerlukan badan pengawasan khusus, yaitu untuk mengelola dan meningkatkan nilai tambah. Selain itu masalah terkait masih banyaknya sebagian warga yang melakukan kegiatan penangkapan di sekitar budi daya lobster. Hal ini, menurutnya, menyebabkan proses budi daya tidak berjalan efektif.

Abdul menjelaskan, kendala ini juga dihadapi oleh kelompok budi daya rumput lain. Menurut penuturannya, banyak yang mengeluhkan terkait kelangkaan dan kualitas bibit yang tidak sesuai harapan. Selain itu, ada pula masalah mengenai tempat penjemuran (lantai) yang tidak memadai. Hal ini membuat masih banyak warga menjemur rumput lautnya menggunakan terpal yang sederhana.

Selain itu, lanjutnya, pabrik industri olahan rumput laut menjadi tepung yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak bisa dioperasikan dengan baik. Kendala ini disebabkan daya listrik yang tidak memadai. Ada pula masalah-masalah terkait penataan perahu yang masih amburadul di sekitar bibir pantai lokasi budi daya rumput laut.

Abdul menjelaskan, keluhan-keluhan tersebut terungkap pada kunjungan Gubernur NTB Zulkieflimansyah ke kedua kecamatan pada Kamis (18/2). Pada kunjungan gubernur tersebut, pembudi daya menyampaikan seluruh permasalahan dan kendala yang membutuhkan perhatian khusus dari Pemerintah Provinsi NTB.

Zulkieflimansyah menanggapi aspirasi yang ia dapatkan dengan meminta dinas-dinas terkait untuk segera menindaklanjuti masalah yang dihadapi. Ia mengungkap upaya yang akan dilakukan, baik dengan meningkatkan kegiatan pendampingan dan pengawasan serta memanfaatkan anggaran sebaik mungkin. Hal ini ia lakukan guna membantu masyarakat mengembangkan industri olahan dari komoditas lobster dan rumput laut.

Pada kunjungan tersebut diketahui pula Zulkieflimansyah memberi sejumlah bantuan peralatan dan mesin buatan siswa SMK dan anak-anak muda di NTB. Di antaranya mesin cold storage, cold box, mesin pencacah, bibit rumput laut, dan tali budi daya rumput laut. Ia berharap, bantuan tersebut dapat meningkatkan pengembangan budi daya lobster dan rumput laut, sehingga komoditas laut itu memiliki nilai tambah ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat.

“Salah satu fondasi program industrialisasi adalah permesinan. Mesin akan meningkatkan nilai produktivitas dan efisiensi waktu yang lebih cepat,” tegas Zulkieflimansyah.

Menurutnya, bantuan peralatan dan mesin yang diberikan menjadi faktor penting dalam industri pengolahan produk hasil laut. Sebab, pengolahan kedua budi daya tersebut harus benar-benar memanfaatkan teknologi mesin yang ada. Dengan hal ini, Ia mengharapkan kawasan tersebut akan benar-benar terwujud sebagai pusat suplai bahan baku rumput laut dan lobster.

Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Timur Hariyadi Suryanggana menyampaikan pihaknya melakukan MoU dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjadikan kawasan Telong Elong sebagai kampung lobster. Kerja sama ini dilakukan mengingat budi daya lobster yang menggeliat di wilayah tersebut.

“Insyaallah dalam waktu dekat, kami bersama masyarakat budi daya lobster akan terus meningkatkan budi dayanya sehingga kawasan kami layak menjadi kampung lobster,” terang Hariyadi.

Hariyadi pun mengungkap petani di Sereweh sempat mendapat pembinaan oleh pakar kosmetik nasional beberapa waktu lalu. Dari hasil pembinaan yang salah satunya difokuskan pada pengembangan kosmetik herbal, petani mendapatkan saran untuk meningkatkan sisi higienis dari produk budi daya rumput laut.

Ia pun memberi penjelasan terkait masalah kekurangan daya listrik pada pengoperasian pabrik pembuatan tepung tersebut. Hariyadi mengungkap Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Dinas Perindustrian NTB sudah berkoordinasi dengan pihak PLN. Sehingga penambahan daya listrik ditargetkan tuntas pekan ini, terangnya.

Sebagai informasi, kunjungan Gubernur NTB ini didampingi pula oleh Kepala BI Perwakilan NTB serta para kepala OPD lingkup Pemerintah Provinsi NTB. Kunjungan diawali dengan pertemuan bersama puluhan nelayan budi daya lobster di dermaga Telong Elong, kemudian dilanjutkan dengan kunjungan kepada kelompok masyarakat budi daya rumput laut di Desa Sereweh.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-5396444/potensi-melimpah-ntb-kembangkan-budi-daya-lobster–rumput-laut